imo

Maraknya kasus kekerasan seksual (pedofil) yang terjadi pada anak-anak menjadi perhatian khusus semua pihak. Bahkan untuk mengurangi tindak pidana tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur pemberian sanksi kebiri kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak. Namun tentunya usaha untuk mengurangi kasus kekerasan seksual pada anak tidak hanya di sisi penegakan hukum dan pengobatan saja, wilayah pencegahan dan pemberian edukasi juga wajib diperhatikan.
Salah satu usaha untuk mengedukasi bahaya kekerasan seksual terhadap anak dicetuskan oleh tiga orang mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jember, Ferry Fitriya Ayu Andika, Annisa Dewi dan Helin Karismaningtyas. Mereka memilih cara tersendiri dalam mencegah terjadinya tindak pidana pedofil. Ayu bersama dua rekannya, Annisa Dewi dan Helin Karismaningtyas menggunakan permaianan edukatif sebagai bentuk penyuluhan pencegahan tindak kekerasan seksual anak. “Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh KPAI pada tahun 2015, dari total kejahatan yang terjadi 58 persennya adalah kejahatan kekerasan seksual pada anak. Bahkan pada pada tahun 2014 lalu ada 5066 kasus naik drastis jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya 2178 kasus,” jelas Ayu dan kawan-kawan saat ditemui di kampus FK Universitas Jember (13/10).
Berangkat dari niatan melindungi masa depan anak-anak, Ayu, Annisa dan Helin menciptakan game edukasi bahaya kekerasan seksual untuk anak-anak yang dinamai MONSTER, singkatan dari Monitoring of Sexual Tutelage and Education of Reproduction. “Kami menggunakan pendekatan permainan anak-anak, tujuannya agar anak-anak tertarik memainkan namun sekaligus mendapatkan pemahaman akan bahaya kekerasan seksual. Ide ini sudah kami tuangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul Inovasi Permainan Edukatif Monster Sebagai Upaya Penurunan Kasus Kekerasan Seksual Dan Pedofilia Pada Anak di Indonesia,” urai Annisa.
Game MONSTER memiliki lima permainan, pendidikan seksual, organ tubuh dan reproduksi, haid dan mimpi basah, kekerasan seksual dan perlindungan diri. Di setiap permainan, pemain diminta meng-klik jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan. Setiap jawaban yang benar akan mendapatkan nilai dan penghargaan, sementara jawaban salah akan mendapatkan penjelasan. “Kami mendisain game ini dengan level-level permainan berjenjang yang dikaitkan dengan kota di Indonesia, agar anak-anak juga tahu mengenai negaranya,” jelas Ayu, calon dokter yang suka main game ini.
Pertanyaan yang diajukan semisal bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, apa yang harus dilakukan saat mendapatkan tindakan yang mengarah ke kekerasan seksual. “Permainan ini bisa digabungkan dengan pelajaran lain semisal pelajaran IPA karena juga membahas mengenai tubuh, alat reproduksi sampai proses datang bulan dan mimpi basah sebagai tanda pubertas bagi anak,” kata Helin. Pilihan membuat game bagi anak-anak khususnya di usia sekolah dasar bukan tanpa alasan. Menurut Helin, dari hasil penelitian yang sudah dipublikasikan, pelaku pedofilia memiliki riwayat sebagai korban pedofilia. “Harapan kami permainan ini bisa memberikan pemahaman bagi anak-anak akan bahaya pedofilia sekaligus memutus mata rantai kasus tersebut,” imbuhnya.
Ide game MONSTER ciptaan trio mahasiswi FK Universitas Jember ini mendapatkan penghargaan sebagai juara pertama dalam ajang “Warmadewa Aesculapius Science Competition” yang digelar oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali pada tanggal 22-25 September lalu. “Alhamdulillah ide kami mendapatkan apresiasi yang bagus dari para dewan juri sehingga diganjar sebagai juara pertama, diikuti tim FK Universitas Udayana dan tim FK Universitas Hasanuddin di peringkat kedua dan ketiga,” pungkas Ayu. (iim/mun)

Sumber : unej.ac.id

Share This