Jum’at, 03 Juli 2020– Diikuti oleh 300-anpeserta, Webinar FK UNEJ seri ke-8 telah sukses digelar. Wakil Dekan 1 FK UNEJ, dr.AncahCaesarina, Ph.D, dalam sambutannya mengungkapkan agar para aktivis kesehatan tidak melupakan kasus malaria di tengah wabah COVID-19 seperti sekarang ini. Dengan mengundang pakar Malaria FK UNEJ, yaitu Dr.rer. Biol. Hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si, acara yang berdurasi dua jam tersebut mengupas tuntas program eliminasi malaria di era pandemi COVID-19.

Narasumber menyampaikan bahwa selain keempat spesies plasmodium yang sudah dikenal (P.falciparum, P. vivax, P.ovale, P. mlariae), kini ditemukan satu spesies plasmodium baru yang juga dapat menyebabkan malaria pada manusia, yaitu Plasmodium knowlesi. Dalam hal diagnosis etiologi malaria, WHO masih menempatkan pemeriksaan mikroskopis sebagai standard baku emas. Namun demikian, di era pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, dapat dipertimbangkan penggunaan rapid diagnostic test di daerah endemic malaria. Proses diagnosis dan penanganan malaria tersebut perlu memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan para petugas kesehatan.

Di era pandemic CoVID-19 ini, petugas kesehatan dianjurkan untuk menggunakan APD level-3 untuk menangani kasus malaria. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO. Pada kasus koinfeksi malaria dan COVID-19, narasumber menganjurkan agar tata lakasana dilakukan pada kedua etiologi secara simultan sesuai dengan protocol tatalaksana COVID-19 atau PNPK malaria yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan. Malaria dan COVID-19 memiliki beberapa kemiripan. Keduanya sama-sama belum ada vaksinnya dan sama-sama menggunakan klorokuin (hydroxychloroquine)sebagai salah satu pilihan terapinya.

Ketika membahas tentang penggunaan obat klorokuin (hydroxychloroquine) pada malaria dan COVID-19, narasumber menyampaikan bahwa yang terbaru dari WHO adalah bahwa WHO sudah mencabut rekomendasi penggunaan klorokuin pada pasien COVID-19. Penelitian membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang diterapi dengan klorokuin dengan yang tidak. Narasumber menyampaikan bahwa dalam program eliminasi malaria, perlu diperhatikan juga mengenai pengendalian dan mapping vector malaria, yaitu nyamuk anopheles. Hal ini perlu dilakukan karena vector berperan penting dalam penularan kasus malaria. Akhirnya, narasumber berpesan bahwa pandemi COVID-19 jangan pernah mengalihkan perhatian kita dari program eliminasi malaria.Di masa pandemi COVID-19, penemuan kasus dan tatalaksana malaria harus tetap dilakukan.

Penulis: Zahrah Febianti