Jember, 1 Oktober 2015
“Bersama – sama Menghiasi Tahun Baru Hijriah dengan Perbaikan Akhlaqul Karimah” oleh Ust. Agus Rochmawan.
Dalam sebuah syair, Bilal bin Rabbah mengungkapkan bahwa, “Akhlak ialah bunga diri, indah dilihat oleh mata, senang dirasa oleh hati, setiap orang jatuh hati”
Dalam empat belas hari kedepan kita akan sampai di 1 Muharram 1937 H. Jika kita berbicara tentang hijrah atau perubahan, kita tidak berbicara tentang momentum tetapi tentang tekad dan kesadaran untuk berubah. Percuma jika ada momentum tetapi tidak ada kesadaran.
Zaman dahulu, hijrah secara jasad. Namun seiring dengan perkembangan zaman, perdamaian banyak diserukan, yang harus ‘pindah’ adalah akhlaq syai’ah ke akhlaqul karimah.
“Allah sangat menyukai seseorang yang mensucikan diri. Bentuk mensucikan diri adalah dengan menjaga diri dari perbuatan maksiat.”
Contoh sederhana tentang keutamaan memiliki akhlak yang baik tercermin dari kisah beliau sendiri yang menguatkan diri untuk memuliakan tamu, khususnya ulama dan memperoleh kemudahan – kemudahan yang tidak terduga.
Beliau bertutur, bahwa beberapa waktu yang lalu di 10 hari awal bulan Dzulhijjah, beliau dan pengurus Ibnu Katsir kedatangan seorang ulama terkemuka. Selama beberapa hari ulama tersebut tinggal di Jember dan mengisi beberapa ta’lim yang ada. Ketika ulama tersebut akan kembali pulang ke asalnya, beliau (Ust Agus) ingat bahwa ada satu hal yang tertinggal, buah tangan dari Jember. Ya, siapa yang tidak senang jika mendapat oleh – oleh (?) ? Beliau terfikir bahwa keluarga ulama tersebut pasti sangat senang ketika ulama itu pulang dan membawa buah tangan. Akhirnya, beliau memutuskan untuk membeli buah tangan dengan biaya sendiri dan memberikan pada ulama tersebut ketika mengantar pulang. Sepulang dari stasiun setelah mengantar ulama tersebut, beliau mengecek bensin sepeda motor yang beliau kendarai. Di dompet hanya tersisa 10rb dan cukup untuk membeli seliter bensin saja.
Ketika sampai di pom bensin, petugas pengisi mulai mengisi. Namun, betapa kagetnya ust ketika petugas tersebut mengisi penuh tangki motor beliau.
“Mbak, saya cuma beli sepuluh ribu. Bukan penuh” saat itu beliau panik mengingat hanya memiliki uang 10rb saja.
Petugas pom itu tersenyum lalu berkata, “Tidak apa – apa ustadz, 10rb saja bayarnya”. Subhanallah~ pernah ngga kita mengalami kejadian seperti ini?
Sejatinya dari kisah diatas bisa kita ambil ibroh bahwa ketika kita berakhlak baik maka kita sebenarnya berbuat baik juga pada diri sendiri. Dan Allah pasti akan membalas kebaikan kita baik di dunia maupun nanti di akhirat.
***
Akhlak berakar kata khuluq = perangai atau perilaku. Imam Al Ghazali menambahkan definisi akhlaq dengan kata ‘spontanitas’, karena ketika suatu perbuatan baik dilakukan secara spontan, itu merupakan cerminan asli dari akhlak kita selama ini (tidak dibuat – buat).
Faktor – faktor pembentuk akhlaq :
1. Wiratsiyah (Genetik)
Genetik dalam hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan suku/ budaya di sekeliling kita. Misal, cara bicara orang Sunda akan berbeda dengan orang Madura. Tidak bisa kita menyalahkan cara bicara orang Madura yang cenderung lebih keras dibanding orang Sunda.
2. An Nafsiyyah (Psikologi)
Pola asuh orang tua ketika masih kecil akan berpengaruh pada akhalq seseorang. Jika dari kecil, orang tua membiasakan anak tersebut berlaku baik, maka kedepannya, anak tersebut akan berlaku baik (terbiasa melakukan hal baik). Begitu pula sebaliknya, karena anak – anak merupakan masa mencontoh apa yang dilakukan oleh orang di sekelilingnya.
3. Syariah Ijtima’iyyah (Sosial)
Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang. Karena itu, sesungguhnya ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa salah satu poin dari kebahagiaan selain istri yang shalihah, rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman adalah tetangga yang baik. Dari tetangga yang baik, artinya kita memiliki lingkungan yang kondusif untuk berbuat dan menanam akhlak baik.
4. Al Qiyam (Nilai Islam)
Hal ini yang akan membedakan kita dengan orang – orang non Islam yang juga berbuat baik. Akhlak atau perbuatan baik bisa dilakukan siapa saja, namun titik berat akhlak dalam Islam adalah sesuai atau tidak dengan ajaran Rasul yang bersumber dari Al Qur’an (?) Bukankah Rasulullah diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak? ✌
QS : Ibrahim : 24-25
“Nabi Ibrahim (‘Ibrāhīm):24 – Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
Nabi Ibrahim (‘Ibrāhīm):25 – pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Ayat diatas menganalogikan keIslaman kita dengan pohon. Ralat, keimanan kita. Ketika kita menanam kebaikan dalam tanah bernama ‘iman’ maka cabang – cabangnya, rantingnya akan tumbuh tinggi dan kuat serta berbuah ranum. Buah yang ranum itu dalam realita adalah akhlaqul karimah. Sudahkah kita berlaku baik? Jika belum berarti masih perlu banyak perbaikan yang kita lakukan terhadap iman kita.
***
Lalu darimana kita bisa mendapatkan pedoman bagaimana cara berlaku/ berakhlaqul karimah?
Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengangkat derajat sejumlah kaum dengan kitab Al Qur’an ini dan merendahkan derajat kaum yang lainnya dengannya pula” (HR Muslim dari Umar bin Al Khattab). Ya, Al Qur’an adalah sumber ajaran/ pedoman bagaimana manusia bisa menjadi manusia seutuhnya. Memiliki otak cerdas sekaligus akhlaq yang baik, menjadi khalifah di muka bumi ini.
Al Qur’an bukanlah kitab yang bisa kita pelajari sendiri karena keindahan serta mulia-nya bahasa yang digunakan dalam Al Qur’an. Bisa saja terjadi multi tafsir apalagi jika yang menafsirkan orang – orang yang masih rendah ilmunya, lantas bagaimana kita bisa tau bagaimana aplikasi langsung ajaran Islam yang terkandung dalam Al Qur’an? ?
Jangan lupakan bahwa Allah telah menurunkan Nabi Muhammad sebagai contoh dan sebagai penyempurna akhlak. Sesungguhnya dalam diri Rasulullah dapat ditemukan keteladanan akhlak (QS 33 : 21)
Rasulullah memiliki 4 akhlak utama, yaitu :
1. Shiddiq
Satu kata dengan perbuatan (jujur)
2. Amanah
Tidak khianat dan terpercaya
3. Tabligh
Wahyu Allah disampaikan cepat (selalu menasehati dalam kebenaran)
4. Fatanah
Cakap dan cerdas
Melalui empat sifat itu, sebenarnya Rasulullah juga mengajarkan kita bahwa beramal shaleh bukan berarti naik haji tiap tahun, bukan berarti sedekah ratusan juta tiap bulan, tetapi dengan melakukan kebaikan kecil di sekitar kita juga merupakan akhlak baik dan sarana beramal shaleh.
Menata sandal jamaah di Masjid, tersenyum atau menyenangkan hati saudara seiman, berlaku sopan terhadap orang tua. Hal – hal tersebut mungkin remeh, tetapi ia adalah bagian dari akhlaqul karimah.
Akhlak adalah cermin iman, terefleksi dalam :
1. Niat
2. Ucapan
3. Body Language
4. Perbuatan khusus (Ibadah)
5. Muamalah (hablumminannas)
6. Motivasi untuk Berdakwah

Akhlak tidak hanya ke manusia, tetapi kepada Allah, Rasul, diri sendiri, sesama manusia, guru, ulama, tetangga, teman, ortu, alam. Inti dari ajaran akhlak adalah melepaskan diri dari perbuatan – perbuatan rendah dan menghiasi diri dengan perbuatan – perbuatan indah.
Cara membentuk akhlaqul karimah :
1. Internalisasi yang benar terhadap Islam
2. Bersegera
Jangan pernah menunda dari berbuat kebaikan, karena rahmat Allah akan tercurah ketika kita melakukan hal baik.
3. Mulai dari diri sendiri
4. Mulai dari hal kecil
5. Prinsip DTTKK (Dipaksa Terpaksa Terbiasa Ketagihan Karakter)
Karakter, ya, semoga kita bisa mencontoh karakter terbaik yang pernah hadir di bumi ini, Rasulullah. Dan sudah sepatutnya sebagai umat dari beliau, kita juga berlaku baik dan menyebarkan kebaikan.
Wallahu’alam.