Sumber: dr Endy Paryanto, Sp.A(K)., MPH

Anemia memengaruhi 33% populasi dunia, dan setengahnya disebabkan oleh kekurangan zat besi. Subkelompok yang sangat berisiko termasuk anak-anak usia prasekolah (usia 0–5 tahun), wanita usia subur, dan wanita hamil. Padahal kenaikan 1g/dL zat besi di hemoglobin dan menurunkan angka kematian anak hingga 24% (Lopez et al, 2015). Prevalensi anemia defisiensi zat besi di beberapa kota di Indonesia adalah sebagai berikut di Aceh 26,5% terjadi pada usia 6-23 bulan (ahmad et al, 2011), di Kalimantan Selatan 47,4% terjadi pada 0-12 bulan; 11,8% pada 0 bulan (ringiringo, 2009), dan di DKI Jakarta 27,3% terjadi pada usia 4-12 bulan (sekartini et al, 2005). Diperkirakan prevalensi defisensi besi non anemik 3 kali lipat lebih tinggi.

Kehidupan awal dari manusia (1000 hari awal kehidupan) berada di pundak ibu, keluarga di sekitar ibu, bidan, dokter umum yang terlatih, dokter spesialis anak. Karena jika anak mengalami masalah yang kaitannya dengan nutrisi terutama defisiensi zat besi (Fe) dampaknya nanti akan luar biasa, terutama nanti kalau sekolah akan terlihat, bagaimana fungsi otak akan terganggu. Menurut hasil penelitian Cusick SE et al (2018) menyatakan defisiensi Fe di awal kehidupan dapat menyebabkan disfungsi otak. Misal defisiensi Fe saat prenatal dan neonatal dapat menyebabkan kekuarangan kemampuan mental dan psikomotor, refleks neurologis yang abnormal, sedangkan defisiensi Fe saat post natal (6-24 bulan) dapat menyebabkan IQ yang lebih rendah, kepecatan memproses informasi yang lebih lamban, defisit fungsi atensi, gerak (motor), kognitif dan perilaku, serta gangguan ritme tidur.

Menurut penelitian yang sama, defisiensi Fe dapat mengganggu disfungsi otak karena hal ini dapat mengganggu metabolisme energi, hipomielinisasi, perubahan monoamine, kelainan arsitektur sinapsis dan penekanan ekspresi hormone pertumbuhan. Defisiensi Fe ini disebabkan oleh 2 faktor, faktor saat prenatal dan neonatal dan faktor postnatal. Faktor ibu pada saat hamil yaitu ibu dengan ADB, prematuritas, DM, memiliki kebiasaan merokok, ibu yang gemuk dan ibu dengan proses inflamasi, sedangkan faktor bayi yaitu IUGR. Sedangkan pada faktor postnatal adalah diet rendah zat besi, diet penghambat absorbs besi, CMPA, dan infestasi cacing tambang.

Bayi dan anak sangat beresiko defisiensi besi karena cadangan besi saat lahir kurang (hal ini disebabkan karena ibu yang anemis, atau bayi terlahir prematur), dan juga karena MP-ASI tidak berkualitas (karena tidak terpenuhinya kebutuhan bayi, nutrition gap, dan kandungan besi MPASI “home-made”). Maksud dari tidak terpenuhinya kebutuhan bayi adalah kebutuhan zat besi pada bayi usia 0-6 bulan adalah 0,27 mg/L sedangkan pada usia 7-12 bulan adalah 11 mg/L, 41 kali lipat kebutuhan pada saat konsumsi ASI saja. Ditambah lagi nutrition gap dari ASI saja ke MP-ASI, pada pemberian MP-ASI yang hanya bersumber pada gadget, selebgram, dan sesepuh dirumah, besar kemungkinan zat gizi yang paling kekurangan adalah zat besi.

Besarnya dampak yang ditimbulkan dari defisiensi zat besi pada awal kehidupan membuat kita sebagai tenaga kesehatan harus waspada dan fokus pada pencegahan. Cara mencegah defisiensi zat besi pada awal kehidupan adalah dengan menunda klem dan melakukan pengurutan tali pusat; ASI, MPASI berkualitas dan suplemnetasi besi pada bayi perlu diberikan; dan suplementasi besi pada ibu hamil.Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan untuk memulai suplementasi zat besi pada bayi usia 6 bulan. Sedangkan IDAI merekomendasikan mulai umur 4 bulan (pada bayi cukup bulan) dan 1 bulan (pada bayi prematur). Dalam pemeberian suplementasi besi tidak wajib dilakukan pemeriksaan Hb terlebih dahulu. Karena pada negara berkembang dengan prevalensi anemia defisiensi zat besi tinggi seperti Indonesia, saat Hb normal, mungkin status besi dalam tubuh sudah berkurang bahkan deficit. Namun perlu diperhatikan, pemberian suplementasi besi tidak untuk pada daerah endemic malaria, karena absorbs besi pada pasien malaria rendah, sehingga pada daerah ini sebaiknya diberikan terapi malaria terlebih dahulu, setelah sembuh baru diberikan suplementasi besi.

Oleh : Adistha EN

Share This